Pengertian ODHA
Dalam bahasa
inggris orang yang terinfeksi HIV/AIDS itu disebut PLWHA (People Living with
HIV/AIDS), sedangkan di Indonesia kategori ini diberi nama ODHA (Orang dengan
HIV/AIDS) dan OHIDA (Orang yang hidup dengan HIV/AIDS) baik keluarga serta
lingkungannya. ODHA adalah sebutan untuk
orang-orang yang telah mengidap HIV/AIDS. Adapun gejala-gejala seseorang kemungkinan
terjangkit HIV diantaranya adalah sebagai berikut :
Rasa Lelah Berkepanjangan
Sesak nafas dan batuk yang berkepanjangan
Berat badan turun secara menyolok
Pembesaran kelenjar (di leher, ketiak,
lipatan paha) tanpa sebab yang jelas
Bercak merah kebiruan pada kulit (kanker
kulit)
Sering demam (lebih dari 38 derajat
Celcius) disertai keringat malam tanpa sebab yang jelas
Diare lebih dari satu bulan tanpa sebab
yang jelas
Pada
awal-awal kasus terjangkitnya HIV, kebanyakan orang tersebut cenderung
menunjukkan reaksi-reaksi keras seperti menolak hasil tes, menangis, menyesali
dan memarahi diri sendiri, bahkan mengucilkan diri sendiri. Saat-saat seperti
itu merupakan gejala psikologis yang justru dapat membuat orang tersebut
semaikin terpuruk. Pembinaan terhadap ODHA diperlukan agar selanjutnya ODHA
kembali melanjutkan hidup.
Penderita HIV /AIDS |
Pengertian HIV/AIDS
Menurut (
Nugroho. T, 2010: 94 ) Aquired Immune
Deficiency Syndrome adalah penyakit yang merupakan kumpulan gejala akibat
menurunnya sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi
virus HIV. Sedangkan HIV adalah singkatan dari Human Immuno Virus’ yang berarti
virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Hal ini bisa terjadi
karena HIV merupakan family retrovirus, yang menyerang system kekebalan tubuh
terutama limfosit. Oleh karena HIV merusak sel-sel darah putih, lama kelamaan
sistem kekebalan tubuh manusia pun ambruk.
Pada saat itulah berbagai penyakit
yang dibawa virus, kuman, bakteri dan lain-lain sangat mudah menyerang
seseorang yang sudah terinfeksi HIV. Jadi, HIV adalah virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS.
Menurut (
Maryunani. A, 2009: 24 ) Perbedaan antara penderita HIV positif dengan penderita AIDS adalah Kalau
penderita HIV positif adalah seseorang yang tertular virus HIV, nampak sehat
tanpa gejala penyakit apapun, tetapi dapat menularkan virus AIDS kepada orang
lain. Sedang penderita AIDS adalah seseorang yang menunjukkan gejala dari
sekumpulan penyakit yang setelah sekian waktu terinfeksi HIV. Dan biasanya
timbul antara 5-10 tahun setelah tertular HIV.
Penularan HIV/AIDS
Menurut (
Maryunani. A, 2009: 51 ) sebenarnya virus HIV itu tidak mudah menular seperti
penularan virus influenza karena virus HIV ini terdapat di dalam darah, cairan
sperma, cairan vagina dan sedikit dalam
ASI pengidap HIV/AIDS.
Cara penularan
HIV/AIDS dapat terjadi melalui:
a. Hubungan
seksual dengan pengidap HIV
Melalui hubungan seksual dengan pengidap
HIV tanpa perlindungan. Yang dimaksud hubungan seksual di sini adalah hubungan
yang dilakukan secara vaginal, anal, dan oral. Hubungan oral adalah hubungan
seksual yang menggunakan mulut sebagai pengganti vagina mempunyai risiko lebih
kecil dibandingkan hubungan vaginal atau anal. Kalau tidak memakai kondom,
seorang pengidap bisa menularkan virus ini, selama hubungan kelamin
berlangsung, air mani, cairan vagina dan kadang darah mengenai selaput lendir
vagina, penis, dubur atau mulut. Akibatnya, HIV yang terdapat dalam
cairan-cairan tersebut dapat meresap kedalam aliran darah. Saat berhubungan
seksual juga sering terjadi lecet-lecet yang ukurannya mikroskopis (hanya dapat
dilihat dengan mikroskop) pada dinding vagina, kulit penis, dubur dan mulut
yang bisa menjadi jalan bagi virus HIV untuk masuk ke aliran darah pasangannya.
b. Darah
yang sudah tercemar HIV.
Orang terjangkit HIV jika darah yang
tercemar HIV masuk dalam darah mereka, darah yang tercemar ini dapat masuk ke
tubuh mereka melalui suatu transfusi darah (penerimaan darah atau produk darah)
yang tercemar. Darah yang tercemar ini dapat pula berasal dari suatu jarum
(jarum suntik, tindik, tato) atau pisau yang telah digunakan pada seseorang
yang telah kejangkit HIV dan tidak
disterilkan setelah digunakan. Penularan HIV dengan cara ini banyak sekali
terjadi pada mereka yang kecanduan
narkoba yang dusuntikkan.
c. Penularan
dari ibu pengidap HIV kepada Bayi atau Anak mereka. Penularan HIV dari ibu ke bayi dapat
terjadi:
Selama kehamilan
Ketika janin masih dalam kandungan ibu
dengan resiko kejadian 5- 10%.
Selama persalinan
Dengan resiko kejadian 10-20%,sebagian
besar penularan HIV dari ibu ke bayi terjadi pada saat persalinan. Hal ini
disebabkan karena pada saat proses persalinan, tekanan pada plasenta, terutama
plasenta yang mengalami peradangan atau terinfeksi meningkat menyebabkan
terjadinya sedikit percampuran antara darah ibu dengan darah bayi. Penularan
HIV dari ibu ke bayi dapat pula terjadi pada saat bayi terpapar oleh darah dan
lendir ibu di jalan lahir. Hal ini disebabkan karena:
a) Kulit bayi baru lahir masih sangat lemah
dan lebih mudah terinfeksi bila kontak
dangan HIV.
b)
Kemungkinan bayi menelan darah atau lendir ibu sehingga bayi dapat
terinfeksi HIV.
d. Selama Menyusui (Setelah Melahirkan)
Bayi
tertular melalui pemberian Air Susu Ibu (ASI) yang mengidap HIV dengan resiko
kejadian 10-15%. Berkenaan dengan bayi dan anak-anak, berbagai sumber
mengungkapkan adanya fakta-fakta sebagai berikut:
1. HIV dapat di transmisikan kepada
seorang bayi selama kehamilan atau pada saat melahirkan.
2. Seorang ibu yang terinfeksi HIV
berkemungkinan memperoleh bayi dengan
HIV dengan perbandingan 1:4 untuk setiap
kehamilan.
3. HIV dapat diteruskan kepada seorang
bayi melalui proses menyusui dari seorang ibu yang terinfeksi HIV.
4. Anak-anak dan remaja dapat memperoleh HIV
dari kontak cairan darah atau cairan tubuh atau melalui seks yang meliputi
kekerasan seksual, pemaksaan atau eksploitasi seks untuk tujuan komersial.
Sedang menurut ( Nugroho. T, 2010: 95 )
penularan HIV yang tersebut diatas bahwa transpalantasi jaringan atau organ
dari penderita HIV itu juga bisa menyebabkan penularan HIV.
Menurut ( Kristina 2005 yang dikutip
dari Syaiful 2000 ) menyimpulkan bahwa
HIV itu tidak begitu mudah menular dan penularannya dapat dicegah apabila
diambil langkah yang tepat, yaitu memakai kondom bila berhubungan seksual dengan
orang yang tidak diketahui status HIVnya, skrining darah, dan pemakaian alat
suntik yang disterilisasi. HIV sangat mudah mati di luar tubuh manusia dan
sangat sensitif terhadap suhu. Pada suhu 60ยบ celcius HIV sudah mati. Jadi,
sangatlah tidak masuk akal kalau dikira orang yang membawa-bawa jarum suntik
yang katanya sudah berisi darah yang tercemar HIV ke pusat-pusat perbelanjaan,
lalu menyuntikkannya kepada orang lain untuk menularkan virus itu kepadanya.
HIV Tidak Menular Melalui:
Menurut ( Maryunani. A, 2009: 53 ) HIV itu tidak
ditularkan melalui:
a. Hidup serumah dengan penderita AIDS
(asal tidak mengadakan hubungan seksual).
b. Makan, minum bersama dengan penderita dan
peralatan makan seperti piring, sendok, garpu, gelas, sumpit dan lain-lain yang
dipakai bersama dengan pengidap HIV.
c. Bersentuhan dengan pakaian dan
barang-barang lain bekas penderita AIDS seperti
handuk, saputangan, sisir rambut, sprei dan kakus/WC.
d. Meraba, memeluk, bersalaman, menangis,
duduk berdekatan atau berpegangan sama penderita dengan cara biasa.
e. Berpelukan atau berciuman dengan orang
yang terinfeksi HIV (kalau sedang menderita sariawan atau luka lain dimulut, disarankan tidak berciuman dengan
mulut).
f. Penderita AIDS bersin atau batuk didekat
kita.
g. Bersama-sama renang dikolam renang.
h. Gigitan serangga seperti nyamuk,
kupu-kupu, tawon, kunang-kunang, dan lain-lain yang menyentuh orang yang
terinfeksi HIV, kemudian hinggap pada orang lain tidak akan menularkan HIV.
i. Penggunaan telepon dan lain-lain.
Cara-cara Pencegahan Penularan HIV
Menjaga agar
jangan sampai cairan tubuh yang telah tercemar HIV masuk ke dalam tubuh.
Cara
pencegahannya tergantung dari cara penularannya:
a. Mencegah penularan HIV lewat hubungan seks
Untuk mencegah penularan HIV lewat
hubungan seksual ada tiga cara :
1. Berpantang seks (tidak
melakukan hubungan seks).
2. Melakukan prinsip monogami
antara pasangan yang tidak terinfeksi
yaitu tidak berganti-ganti pasangan dan saling setia kepada pasangannya.
3. Penggunaan kondom pria atau
kondom wanita secara konsisten dan benar
b. Mencegah penularan lewat alat-alat yang
tercemar darah HIV
Untuk mencegah penularan lewat alat-alat
yang tercemar darah HIV ada dua hal yang perlu diperhatikan :
1. Semua alat yang menembus kulit
dan darah (seperti jarum suntik, jarum tato, atau pisau cukur) harus
disterilisasi dengan cara yang benar.
2. Jangan memakai jarum suntik atau
alat yang menembus kulit bergantian dengan orang lain.
c. Mencegah penularan HIV lewat transfusi darah
atau produk darah lain.
Untuk mencegah penularan lewat transfusi
darah atau produk darah lain, perlu skrining terhadap semua darah yang akan
ditransfusikan atau yang akan dipergunakan untuk diproses sebagai produk darah.
Jika darah ini ternyata sudah tercemar harus dibuang.
d. Mencegah penularan dari ibu yang terinfeksi
HIV kejaninnya
Bila Ibu
telah mengidap HIV, maka janin yang di dalam rahimnya dapat terinfeksi HIV atau
dapat pula terjadi infeksi pada saat proses kelahiran berlangsung. Bila Ibu
baru terinfeksi HIV, tetapi belum menampakkan gejala-gejala AIDS, maka
kemungkinan bayi tersebut terinfeksi HIV 20% sampai 35%, sebaliknya, bila Ibu
telah benar-benar menunjukkan gejala-gejala AIDS yang jelas, maka kemungkinan
bayinya terinfeksi HIV menjadi 50%. yang perlu diperhatikan adalah bila bayi
tersebut dilahirkan sebagai pengidap HIV, maka usianya hanya sekitar 1 – 5
tahun saja.
Kekeliruan Tentang Penularan
Menurut
Kristina 2005 yang dikutip dari Syaiful 2000 menegaskan bahwa HIV bukan
merupakan suatu penyakit, tetapi suatu virus yang hanya tertular melalui media
darah, cairan sperma dan vagina. Sedang pada cairan tubuh lainnya konsentrasi
HIV sangat rendah, sehingga cairan itu tidak bisa menjadi media penularan. HIV
juga tidak bisa menular melalui udara seperti TBC.
Kecenderungan
mengecap daerah tertentu, tempat-tempat pelacuran ‘formal’ (lokalisasi) maupun
tempat-tempat pelacuran liar, sebagai daerah ‘rawan AIDS’ juga keliru, karena
bukan suatu tempat yang rawan AIDS, tetapi manusia yang berperilaku berisiko
tinggi terhadap penularan HIV, dimanapun mereka berada. Dan bila kedatangan
seorang ODHA menimbulkan reaksi keras dari penduduk, itu terjadi karena ada
masyarakat yang tidak diberitahukan kedatangan seorang ODHA tidak dengan
sendirinya membahayakan. Penduduk tidak akan tertular HIV melalui udara dan
penduduk setempat cukup menjaga diri dengan menghindari hubungan seksual yang
tidak aman dengan ODHA itu.
Dampak sikap negatif
pada ODHA
Pada
kenyataannya sikap masyarakat yang memberikan sikap negatif terhadap ODHA hanya
menambah tingkat permasalahan yang menimbulkan efek psikologi yang berat
terhadap ODHA. Hal ini bisa mendorong dalam beberapa kasus, seperti terjadinya
depresi, kurangnya penghargaan diri, dan keputusasaan. ODHA yang seharusnya
memperoleh dukungan dari semua pihak khususnya dukungan emosional sehingga
permasalahan yang dialami ODHA tidak
meluas tapi sebaliknya orang yang memiliki sikap negatif terhadap ODHA
cenderung malah menolak kehadiran ODHA. Sikap negatif ini juga dapat menghambat
upaya pencegahan dengan membuat orang takut untuk mengetahui apakah mereka
terinfeksi atau tidak. Akhirnya, ODHA dilihat sebagai suatu masalah, bukan
sebagai bagian dari solusi untuk mengatasi masalah ini. sebuah proses yang
seharusnya mendorong penerimaan terhadap kondisi mereka. Namun, masyarakat dan
lembaga terkadang memberikan opini negatif serta memperlakukan ODHA sebagai
warga masyarakat kelas dua atau inferior, yang dapat menyebabkan melemahnya
kualitas hidup ODHA ( Agung, 2008).
Bagaimana seharusnya
masyarakat bersikap pada ODHA
Masyarakat
seharusnya memberikan dukungan, yang khususnya dukungan emosional pada ODHA
sehingga permasalahan yang dialami oleh ODHA tidak meluas. Ketika ODHA sudah
mencapai masa AIDS, keluarga dan teman serta lingkungannya diharapkan
memberikan dukungan yang positif agar semangat hidupnya tetap tinggi.
Masyarakat
mempunyai beberapa tanggung jawab yang sangat penting untuk penanggulangan
HIV/AIDS, yaitu: mencari dan memberikan informasi yang jelas dan benar kepada
orang yang memerlukannya tentang penularan HIV/AIDS, bersikap bersahabat, tidak
menggosipkan, dan meremehkan ODHA, mendukung dan membantu program pemerintah
dalam penanggulangan HIV/AIDS, membantu ODHA menemukan mekanisme pertahanan
yang sehat, termasuk sikap yang selalu positif dalam menghadapi begitu banyak
tantangan dan stres dalam perjalanan penyakitnya, dan membantu ODHA membangun
strategi untuk berhadapan dengan krisis nyata yang mungkin terjadi, baik dalam
kesehatan maupun sosioekonomi, dan hal-hal dalam kehidupan lainnya.
Makalah ini berasal dari
Dr. Suparyanto, M.Kes dengan editing seperlunya.
0 comments:
Post a Comment
Terima kasih Anda telah berkunjung di blog saya, silahkan menambahkan komentar